Dapatkan buku-buku karyaku terbaru (Penebar Swadaya Jakarta), Panen Lele 2,5 Bulan, Panen Bawal 40 Hari, Panen Ikan Mas 2,5 Bulan, Panen IKan Patin 3 Bulan. Tersedia kumpulan artikel budidaya ikan air tawar (23 jenis ikan), kumpulan artikel budidaya nila gesit. Miliki buku Kiat Sukses Beternak Kodok Lembu. Hubungi 081 563 235 990.

20 April 2008

Budidaya Ikan Mas - Radiasi telur dan sperma ikan mas

Radiasi telur atau sperma adalah salah satu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pemurnian induk ikan mas. Menuturt CHERFAS, 1981), Radiasi adalah proses penyinaran dengan menggunakan bahan mutagen. Radiasi antara lain berfungsi untuk menon-aktifkan bahan-bahan genetik pada telur dan sperma. Bahan mutagen itu bisa sinar gamma, sinar-x dan sinar ultra violet (UV). Dari ketiganya UV lebih menguntungkan. Hal ini karena sinar ultra violet lebih murah, mudah didapat, dan mudah dalam penggunaannya. Selain itu juga lebih aman digunakan untuk kepentingan pribadi (LOU dan PURDON, 1984).

HERKOWITZ (1977) mengatakan bahwa energi radiasi mutagen dapat menembus semua organisme dan menghasilkan bermacam-macam mutasi, misalnya radiasi sinar-x mampu merusak kromosom. Radiasi sinar ultra violet memiliki energi lebih rendah dibandingkan dengan radiasi sinar-x, tetapi radiasi ultra violet juga bisa menyebabkan rusaknya kromosom, karena terjadi penyerapan energi gelombang panjang oleh bahan dasar asam nukleat, yaitu purin dan pirimidin. Penyerapan maksimal ultra violet ini terjadi pada panjang gelombang 254 nm (GRADNER dan SNUSTAD, 1981).

ARIFIN (1994) dan EDDY (1994) menggunakan radiasi sinar ultra violet pada percobaan androgenesis pada ikan mas, sedangkan radiasi sinar gamma digunakan oleh RAY dkk. (1988) pada percobaan androgenesis ikan brook trout, radiasi ini pula digubakan oleh SCHEERE dkk. (1986) dan THORGAARD dkk. (1990) pada androgenesis ikan rainbow trout.

Daftar Pustaka :

Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung

Langkah kerja androgenesis ikan mas

Androgenesis merupakan salah satu metode pemurnian ikan mas. Metode ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli perikanan. Selain oleh para ahli juga oleh banyak mahasiswa, salah satu diantaranya adalah DODI SELAMET ROHADI, Mahasiswa Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung 1996. Tulisan ini dikutip dari skripsinya yang berjudul PENGARUH BERBAGAI WAKTU AWAL KEJUTAN PANAS TERHADAP PERSENTASE LARVA DIPLOID MITOANDROGENETIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L). Dalam pelaksanaan penelitian, dia melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Hipofisasi

Ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas majalaya disuntikan secara intra muskular sebanyak dua dosis pada induk ikan mas majalaya. Penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang waktu enam jam antara penyuntikan pertama dengan penyuntikan kedua. Pemijahan terjadi setelah lima jam setelah penyuntikan kedua. Setelah ikan terlihat akan memijah yang biasanya dicirikan dengan perut yang sudah lunak atau lubang genital yang agak menonjol dan kemerah-merahan, telur diambil dengan cara pengurutan.

Radiasi telur

Telur diberi larutan fisiologis dan diaduk sampai merata. Selanjutnya dibagi ke dalam dua cawan petri dan dimasukan ke dalam kotak radiasi. Radiasi berlangsung lima menit, dengan jarak 30 cm, memggunakan lampu germicidal TUV 15 wat G15TB pada panjang gelombang 253,7 nm.

Fertilisasi telur

Sperma diambil dengan menggunakan syringe dan diencerkan dengan larutan ringer. Telur yang sudah selesai diradiasi dimasukan ke dalam sebuah baki pembuahan, kemudian dilakukan pembuahan telur (fertilisasi) dengan cara mencampurkan sperma dengan telur yang sudah diradiasi, lalu ditambahkan larutan pembuahan dan diaduk secara merata dengan menggunakan bulu ayam dalam baki pembuahan tersebut selama satu menit. Selanjutnya telur-telur ditebar ke dalam akuarium yang bagian-bagian dasarnya telah tertutup oleh lempeng-lempeng kaca ukuran 9 x 18 cm. kemudian telur-telu diinkubasi pada air bersuhu 25 O C, suhu diatur dengan menggunakan termostat.

Kejutan panas

Kejutan panas dilakukan dengan mencelupkan kaca yang berisi sel telur yang telah dibuahi ke dalam air yang bersuhu 40 O C dalam sebuah waterbath dengan volume kira-kira 7 liter. Kejutan panas dilakukan selama dua menit.

Penetasan

Telur yang telah diberi kejutan panas dipindahkan ke dalam saringan yang digantung pada akuarium berukuran 60 x 40 x 40cm dan diberi aerasi, untuk ditetaskan.

Pemeliharaan

Saat larva berumur lima hari diberi pakan alami Artemia sp. selama kurang lebih 2 – 3 minggu dan setelah itu diberi cacing tubifex dan pakan buatan berupa pelet kecil sebagai pakan tambahan. Lama pemeliharaan dilakukan selama dua bulan, atau sampai darah ikan cukup untuk pengujian diploidisasi.

Pembuatan preparat apus (smear method) darah

Langkah pertama dalam pembuatan preparat apus darah adalah mengambil darah dengan jalan memotong bagian ekor ikan uji dengan gunting. Llu darah diambil, diteteskan ke gelas obyek pertama yang telah dibersihkan dengan alkohol. Pada pembuatan ulasan darah yang tipis, digunakan gelas obyek yang kedua dengan cara menempelkan pada tepi tetesan darah pada gelas obyek gelas pertama dengan sudut 45 O . lalu gelas obyek kedua ditarik ke belakang kemudian didorong ke depan menurut anak panah, sehingga membentuk ulasan tipis.

Ulasan dara dibiarkan kering, lalu difiksasi dengan menggunakan methanol absolut selama 10 menit dan dibiarkan preparat kering udara. Setelah kering preparat diberi warna dengan larutan glemsa 10 persen selama lima menit. Pengamatan dilakukan setelah kering di bawah mikroskop dengan pembesaran 1.000 kali dengan menggunakan minyak immersi.

Dalam skripsi ini dia menyimpulkan sebagai berikut : waktu awal kejutan panas terbaik yang menghasilkan persentase larva diploid androgenetik tertinggi sebesar 78,33 persen adalah 40 menit setelah pembuahan dan menurut hasil analisis regresi diperoleh waktu awal kejutan panas terbaik 39 menit 51 detik setelah pembuahan dengan hasil persentase larva diploid androgenetik sebesar 79,20 persen.

Daftar Pustaka :

Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung

Budidaya Ikan Mas - Androgenesis ikan mas

Keberhasilan budidaya ikan mas, terutama pada tahap pembesaran salah satunya ditentukan oleh kualitas benih. Karena benih tersebut dapat hidup dengan baik, tumbuh dengan cepat, serta tahan terhadap perubahan lingkungan dan serangan penyakit. Namun benih ikan mas yang berkualitas baik, sulit ditemukan di Indonesia. Karena kualitas induk sudah jauh menurun dibandingkan dua puluh tahun yang lalu.

Karena itu genetik pada ikan mas sekarang harus dikembalikan. Salah satu cara perbaikan genetik adalah dengan pemurnian induk. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun.

Cara yang praktis adalah dengan melalukan ginogenesis. Dengan cara ini waktu pemurnian induk bisa diperpendek menjadi enam tahun. Cara praktis lainnya adalah dengan androgenesis, yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sifat-sifat genetik ikan dengan menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi. Teknik ini memberikan kemungkinan untuk mempercepat waktu pemurnian dalam seleksi ikan. Androgenesis dapat dilakukan dengan memanipulasi beberapa proses pembuahan yaitu membuat agar material genetik gamet betina menjadi tidak aktif dan mengupayakan supaya terjadi diploisasi (NAGY dkk., 1978).

Material genetik gamet betina dapat dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gamma, sinae-x atau sinar ultra violet (PURDON, 1983). Dewasa ini sinar ultra violet lebih banyak digunakan karena lebih praktis dan lebih aman. Radiasi sinar ultra violoet dapat menyebabkan rusaknya kromosom. Berdasarkan penelitian adrogenesis yang dilakukan ARIFIN (1994) diperoleh hasil, bahwa radiasi dengan menggunakan dua buah lampu TUV 15 wat berjarak 30 cm dari telur selama 3 – 5 menit telah mampu me-non-aktikan material gamet betina.

Pemberian kejutan dilakukan untuk mempertahankan diploiditas embrio pada tahap awal perkembangannya. Diploidisasi dapat dilakukan dengan cara menghambat pembelahan mitosis I (CHOURROUT, 1984). Derajat homozigositas yang tinggi dapat dicapai dengan kejutan pada pembelahan mitosis I (NAGY 1986 dalam SULARTO dkk., 1992), karena pada pembelahan mitosis pasangan kromosom yang dihasilkan bersifat identik yang berasal dari genom haploid paternal yang membelah menjadi dua (PENMAN, 1993). Tanpa proses diploidisasi embrio yang dihasilkan pada pembuahan sel telur non-aktif akan bersifat haploid yang berkarakter abnormal.

Jenis kejutan yang dapat dilakukan antara lain kejutan suhu (panas dan dingin), kejutan tekanan, kejutan dengan menggunakan bahan kimia dan kejutan listrik. Kejutan suhu merupakan salah satu metode yang banyak dilakukan karena mudah diterapkan (CARMAN, 1990). ARAI dan WILKINS (1987) menjelaskan bahwa penggunakaan kejutan suhu ternyata lebih mudah dibandingkan dengan kejutan tekanan. PURDON dan LINCOLN (1973) menyatakan bahwa kejutan panas telah umum dilakukan untuk menduplikasi seperangkat kromosom.

Pada penelitian androgenesis ikan mas yang dilakukan EDDY (1994), didapat hasil, bahwa lama waktu kejutan panas yang dilakukan 40 menit setelah pembuahan pada suhu 40 O C yang terbaik adalah dua menit. Penelitian pada ginogenesis ikan mas menunjukan benih homozigot diploid yang dihasilkan tertinggi oleh kejutan panas 36 – 37 menit setelah pembuahan (GUSTIANTO danDHARMA, 1991). SUMANTADINATA (1998), menyatakan bahwa umumnya waktu awal kejutan panas yang menekan saat pembelahan mitosis I pada ginogenesis adalah 40 dapat dilakukan selama 1,5 – 2,0 menit.

Penelitian ginogenesis ikan mas dengan menggunakan induk jantan ikan tawes berhasil memproduksi benih ginogenetik, dengan kejutan panas pada suhu 40 O C setelah 40 menit inkubasi (PRIHADY dan SUBAGYO, 1992). Menurut SULARTO dkk (1992), produksi ginigenetik nikan mas tertinggi diperoleh dengan pemberian kejutan panas selama satu menit pada saat 40 menit setelah pembuayhan.

Menurut SUMANTADINATA (1988), androgenesisi adalah proses terbentuknya embrio dari gamet jantan tanpa kontribusi genetis gemet betina. Proses reproduksi ini tidak umum terjadi, sehingga pada androgenesis dilakukan proses buatan yaitu menon-aktifkan bahan-bahan genetik yang terdapat pada telur dengan cara meradiasi telur tersebut (THORGAARD dkk., 1990). Akibat perlakuan tersebut tanpa peranan gemet betina dan bersifat haploid.

Individu haploid memiliki ciri-ciri yang abnormal misalnya bentuk punggung dan ekor yang bengkok, mata atau mulut yang tidak sempurna, ukuran tubuh yang kecil, sistem peredaran darah yang tidak normal dan ketidakmampuan melakukan aktifitas renang dan makan (CHERVAS, 1981 ; PURDOM, 1983). Agar embrio ini tetap hidup menurut NAGY dkk. (1978) perlu dilakukan diploidisasi pada tahap awal perkembangan telur.

Pada androgenetis yang dilakukan oleh ARIFIN (1994) pada ikan mas berhasil memperoleh 89,4 persen benih diploid androgenetik, sedangkan EDDY (1994) memperoleh 89,05 benih androgenetik ikan mas. SHCEERE dkk. (1986) dan THORGARRD dkk. (1990) yang melakukan percobaan androgenesis ikan rainbow menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan masing-masing sebesar 6,8 persen dan 0,8 persen setelah berumur 59 hari.

Daftar Pustaka :

Rohadi, D.S, 1996. Pengaruh Berbagai Waktu Awal Kejutan Panas Terhadap Persentase Larva Diploid Mitoandrogenetik Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan, Jatinangor, Bandung

Daftar Pustaka Tambahan :

Arai, K. dan N.P. Wilkins. 1987. Triplidization of brown trout (Salmon trutta) bay heat shock. Aquaculture, 64 : 97 – 103.

Arifin, O.Z. 1994. Pengaruh lama Radiasi sinar ultra violet terhadap keberhasilan androgenetis ikan mas majalaya (Cyprinus carpio L). Skripsi Fakultas Pertanian Unida, Bogor (Tidak dipublikasikan, 40 hal).

Carman, O. 1990. Ploidy manipulation in some warm water fish. Thesis, Sumited in Partial Fulfiment of Requirements for Degree of Master in Fisheries Science at The Tokyo University of Fisheries, 87 hal.

Cherfas, N.B. 1981. Ginogenesis in fishes. Dalam V.S. Khirpichnikov (ed:) : Genetic bases of fish selection. Springer, Verlag, Berlin, Heidelberg, New York. Hal 223 – 273.

Chourout, D. 1984. Pressure induced retention of second polar body by suppression of first cleavage in rainbow trout; Production of all-triploid – all tetraploid, and heterozygous gynogenetic. Aquaculture, 26; 111 – 126.

Eddy, M. 1994. Pengaruh lama kejutan panas terhadap androgenesis pada ikan mas (Cyprinus carpio L). Skripsi. Fakultas Pertanian, Unida Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Hardjamulia, A. 1979. Budidaya Perikanan. Budidaya ikan mas (Cyprinus carpio L), ikan tawes (Puntius javanicus), ikan nilem (Osteochilus hasselti). SUPM Bogor. Badan Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Perikanan, Depatemen Pertanian, hal 1 – 7.

Budidaya Ikan Mas - Bangsal benih ikan mas

Bangsal benih ikan mas atau istilah kerennya indoor hatchery, adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat memproduksi benih ikan mulai dari pemijahan sampai menghasilkan larva. Bangsal benih sering juga digunakan tempat pemberokan induk, tempat penampungan benih sebelum dipasarkan, atau terkadang dipakai sebagai karantina dan pengobatan bagi ikan-ikan yang sakit. Di beberapa daerah, bangsal benih dijadikan sebagai gudang, atau tempat menyimpan bahan, terutama pakan tambahan dan peralatan, sekaligus kantor.

Pada bangsal benih, hampir semua parameter kualitas air dapat diatur sesuai dengan keinginan. Karena sebuah bangsal benih yang baik memiliki peralatan yang lengkap, mulai dari alat pengukur suhu ruangan, alat pengukur suhu air, pemanas ruangan, pemanas air, alat penambah oksigen (aerator) dan peralatan penting lainnya. Dengan keadaan ini kematian benih dapat ditekan serendah mungkin, dan kelangsungan hidup ikan bisa dijamin.

Agar bangsal benih dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka dalam menentukan lokasi harus memenuhi persyaratan berikut : 1. Berada dekat dengan sumber air atau memiliki sumber air sendiri. Sumber air dapat berasal dari sungai, irigasi atau sumur. 2. Letak sumber airnya lebih tinggi dari lokasi bangsal benih agar air mudah dialirkan ke dalam nya (kecuali bila menggunakan pompa air). 3. Kuantitas airnya cukup agar kegiatannya dapat berjalan secara kontinu. 4. Kualitas airnya baik, misalnya jernih, kandungan oksigennya tinggi, dan tidak mengandung unsur-unsur yang membahayakan ikan. 5. Letaknya dekat dengan areal perkolaman terutama dekat dengan kolam induk, sehingga keperluan induk dengan cepat dan mudah dipenuhi. 6. Keamanannya terjamin. 7. Dekat dengan jalan dan tranportasinya lancar sehingga memudahkan dalam pengadaan alat dan sarana yang dibutuhkan maupun pemasaran hasil produksi.

Bangsal benih dapat dibuat secara permanen, semi permanen, atau secara sederhana tergantung pada skala usaha dan dana yang tersedia. Konstruksi indoor hatchery semi permanen dibuat dengan pondasi dan dinding bagian bawah serat lantai dari tembok, sedangkan bagian atasnya terbuat dari papan kayu atau anyaman bambu (bilik),. Bagian atapnya dapat menggunakan genteng, seng atau asbes.

Air yang masuk kedalam indoor hatchery sebaiknya mengalir secara gravitasi sehingga penggunaan dan pengaturan air akan lebih leluasa tanpa ada ketergantungan pada pompa. Untuk itu, maka sebelum air dari sumber digunakan didalam harchery sebaiknya air tersebut ditampung terlebih dahulu dalam bak penampungan air. Apabila sumber air berasal dari sungai atau irigasi, disarankan membuat bak flter untuk menyaring partikel–partikel lumpur yang terbawa aliran air.

Mengingat debit air yang dipergunakan didadalam hatchery tidak terlalu besar, maka ukuran bak filter untuk keperluan tersebut, bila air yang akan difilter dari pipa pemasukan berukuran 3 – 4 inci, cukup berukura panjang 3 meter, lebar 1 meter dan tinggi 1 meter. Konstruksi dalam bak filter terdiri dari dinding penyekat yang berjarak masing-masing sekitar 60 cm dan dibuat secara zig zag.

Lubang pemasukan air pada dinding pertama diletakan pada dasar dinding disisi yang berlawanan dengan pintu pemasukan utama dengan mengunakan 2 buah pipa pralon ukuran 3 – 4 inci, hal tersebut bertujuan agar air mengalir secara lambat. Pipa kedua diletakan dibagian atas dinding dengan ketinggian 70 cm dari dasar, dinding ketiga dibuat dibagian dasar seperti dinding pertama, dan begitu seterusnya sampai dinding penyekat terakhir. Sebagai penyaring, pada sekat pertama dan kedua digunakan batu pecah atau pecahan batu bata merah yang berukuran besar.

Pada sekat ketiga dan ke empat digunakan bahan filter dari batu kerikil, pada sekat ke lima menggunakan pasir kasar, dan sekat terakhir menggunakan pasir atau ziolit yang berukuran halus. Dengan konstruksi zig zag seperti ini diharapkan partikel-partikel lumpur yang dibawa oleh aliran air akan mengendap ditiap-tiap sekat, sehingga hasil akhirnya, air menjadi bersih dan bening.

Mengingat indoor hatchery merupakan bangunan yang multi fungsi, maka bangunan tersebut harus mempunyai fasilitas yang lengkap agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Fasilitas penting yang harus dibuat di dalam indoor hatchery patin siam antara lain :

a. Bak Penampungan Air Bersih ( Bak Tandon)

Bak penampung air bersih adalah tempat untuk menampung air agar air selalu tersedia setiap saat, terlebih ketika dibutuhkan. Agar air mudah dialirkan, letak bak ini harus lebih rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari bak pemeliharaan. Bak penampungan air harus kuat dan kokoh agar dapat menampung air dalam volume yang besar. Oleh sebab itu, sebaiknya bak ini dibuat dari beton atau tembok. Bentuk bak bisa empat persegi panjang atau bujur sangkar, tergantung dari keadaan tempat.

Ukurannya pun tergantung besarnya bangsal benih. Untuk bangsal benih skala kecil, dengan produksinya 200.000 ekor benih setiap periode, bak ini cukup dibuat dengan panjang 2 m, lebar 2 m, dan tinggi 1 m. Sedangkan skala besar dengan produksi satu juta benih setiap periode, bak ini harus lebih luas, yaitu panjang 5 m, lebar 4 m dan tinggi 1 m. Bak ini dihubungkan langsung ke sumber air dengan menggunakan paralon yang ukarannya disesuaikan dengan besarnya debit air. Selain itu, pada bagian lain dihubungkan ke masing-masing bak yang ada dibangsal benih. Pada bak ini harus dibuatkan juga lubang pengeluaran untuk mengeringkan atau menguras bila sudah lama digunakan.

b. Bak Pemberokan

Bak pemberokan adalah tempat untuk menyimpan induk-induk yang sudah matang gonad yang berasal dari bak pemeliharaan sampai menjelang induk tersebut dipijahkan. Bak ini dapat pula dikatakan sebagai tempat untuk mengadaptasikan induk-induk dari kolam yang lingkungannya lebih luas ke tempat pemijahan yang lebih sempit.

Bentuk bak pemberokan bisa bermacam-macam, tergantung dari keadaan tempat. Namun bentuk yang paling baik adalah segi empat atau empat persegi panjang. Pada bagian atas bak dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari kawat ayam, agar induk-induk tidak loncat ke luar. Karena induk yang berasal dari tempat yang luas sering loncat atau berontak.

Bak ini sebaiknya tidak terlalu luas sebab akan menyulitkan pada waktu menangkap induk yang akan dipijahkan. Ukuran bak pemberokan panjang 2 m, lebar 2 m dan tinggi 80 cm, atau panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 80 cm. Bak ini dapat diairi maksimal setengah bagiannya agar induk yang diberok tidak loncat keluar. Jumlah bak pemberokan minimal 2 buah, karena induk jantan dan induk betina harus dipisah.

Bak pemberokan harus dilengkapi dengan pintu pemasukan dan pengeluaran air untuk memudahkan dalam mengisi maupun mengeringkan bak. Pintu-pintu ini dibuat di bagian tengah dari panjang atau lebar bak agar sirkulasi airnya baik. Pintu pemasukan air bisa dibuat dari pipa peralon berdiameter 1 – 1.5 inci yang dilengkapi dengan keran untuk mengatur debit air yang masuk dalam bak.

Pintu pengeluaran juga dibuat dari paralon yang berdiameter 2 inci. Ukuran paralon pengeluaran lebih besar tujuannya agar bak dapat dikeringkan dengan cepat. Pada pintu pengeluaran, umumnya dipasang keni sebagai tempat memasukan paralon pengatur tinggi air. Hal lain yang paling penting pada bak pemberokan ini adalah kondisi airnya. Air yang masuk ke dalam bak pemberokan harus kontinyu dan bersih (tidak mengandung zat makanan).

c. Bak pemijahan dan bak penetasan telur

Pemijahan ikan mas dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu dengan sistem kawin suntik (induced breeding), semi alami (induce spawning) dan secara alami (natural spawning). Dalam pemijahan secara induced breeding , bak pemijahan dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan induk-induk yang sudah disuntik hingga menjelang induk disreefing atau dikeluarkan telurnya. Adapun dalam pemijahan secara alami dan semi alami, bak pemijahan dapat diartikan sebagai tempat mempersatukan induk jantan dan induk betina agar terjadi pemijahan.

Pada bangsal benih ikan patin, dan ikan-ikan lainnya, bak pemijahan dan bak penetasan selalu terpisah. Karena larva ikan patin harus dipeliharan secara telaten setipa hari. Sedangkan larva ikan mas tidak perlu harus dipelihara secara telaten seperti ikan patin, cukup dibiarkan, asalkan airnya mengalir, telur dapar menetas, dan larva dapat hidup dengan baik. Karena pada bangsal benih ikan mas, kedua tempat itu tidak terpisah, tetapi bersatu, artinya tempat pemijahan digunakan pula sebagai tempat penetasan. Jadi yang diambil dari kolam pemijahan adalah induk jantan dan betina. Bahkan disatukan pula dengan bak pemeliharaan larva.

Bentuk, ukuran dan konstruksi bak pemijahan, termasuk pintu pemasukan dan pengeluarannya, sama dengan bak pemberokan. Jumlah bak pemijahan yang harus disiapkan tergantung dari sistem pemijahannya. Bila pemijahan yang akan dilakukan secara kawin suntik, maka jumlah bak cukup 2 buah yaitu untuk inkubasi induk betina yang telah di suntik 1 buah dan 1 buah lagi untuk inkubasi induk jantan.

Bak pemijahan ini harus dihubungkan juga ke bak penampungan air dengan paralon, dan untuk mengatur debit air dipasang keran. Air yang masuk ke bak pemijahan harus tetap kontinu karena pada waktu pemijahan airnya harus tetap mengalir. Dengan demikian, sirkulasi air menjadi baik dan oksigen dapat terus tersuplai sesuai yang dibutuhkan.

e. Bak penampungan benih

Bak penampungan benih adalah tempat untuk menampung benih-benih yang baru dipanen dari kolam pendederan atau kolam pembesaran sampai benih tersebut siap ditebar kembali atau dijual. Bak ini bisa berfungsi pula sebagai tempat pemberokan benih-benih yang akan dikirim ke daerah lain. Bak penampungan harus dibuat beberapa buah agar dapat menampung benih dalam jumlah banyak. Bak ini terbuat dari tembok agar kuat dan tidak bocor.

Ukuran masing-masing bak penampungan benih adalah panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 80 cm. Untuk mensuplai air, bak ini dihubungkan langsung ke bak penampungan air dengan paralon ukuran 1,5 inci. Pada setiap baknya dipasang pula keran-keran sebagai alat mengatur debit airnya. Selain itu, juga dilengkapi dengan lubang pengeluaran air.

f. Kantor dan gudang

Kantor merupakan ruangan yang digunakan untuk manajemen kepegawaian, tata usaha, tempat transaksi, dan tempat menerima tamu. Gudang didirikan untuk menyimpan alat dan sarana produksi yang penting, seperti pakan, pupuk, dan lain-lainya. Gudang dan kantor ini dapat dibuat secara berdampingan. Ukurannya masing-masing 3 m x 3 m. Tempatnya bisa dibuat di depan atau di belakang bangsal benih.

g. Listrik

Aliran listrik diperlukan dalam kegiatan penbenihan. Fungsinya untuk memberi penerangan, menggerakan pompa air, serta untuk menggerakan high blower atau aerator guna mensuplai oksigen yang terlarut kedalam air. Sumber listrik bisa berasal dari PLN, ginset, atau keduanya untuk menjaga kemungkinan aliran listrik dari PLN padam.

h. Blower /aerator.

Untuk menambah oksigen, setiap wadah pemeliharaan larva, hapa penetasan telur dan bak pedederan I harus dilengkapi dengan aerasi yang bersumber dari blower atau aerator. Untuk menyalurkan udara dari blower kesetiap wadah menggunakan selang kecil (slang aerasi) yang masing-masing ujungnya dilengkapi dengan batu aerasi. Blower atau aerator tersebut banyak dijual di toko-toko peralatan perikanan atau ditempat-tempat penjual ikan hias.

14 April 2008

Budidaya Ikan Mas - Sperma ikan (mas)

Untuk pembuahan telur ikan mas, dan juga ikan lainnya perlu sperma. Namun banyak orang yang belum tahu apakah sperma itu. Melalui artikel ini saya informasikan buat anda. Mudah-mudahan bermanfaat.

Sperma didefinisikan oleh Harvery dan Hoar (1979) sebagai larutan spermatozoa yang berada dalam larutan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testes, atau salah satu bagian dari alat reproduksi ikan.

Sperma meliputi dua bagian, yaitu zat cair dan sel. Cairan merupakan tempat hidup sperma. Sel-sel yang hidup dan bergerak disebut spermatozoa, dan zat cair dimana sel-sel tersebut berenang disebut plasma seminal (Partodihardjo, 1987).

Soeparna (1980) mengemukakan bahwa spermatozoa merupakan sel padat dan sangat khas, tidak tumbuh atau membagi diri serta tidak mempunyai peranan fisiologis apapun pada hewan yang menghasilkannya, semata-mata hanya untuk membuahi telur pada jenis yang sama.

Spermatozoa terdiri dari dua bagian, yaitu kepala dan ekor. Tetapi adapula spermatozoa yang memiliki tiga bagian, yaitu kepala, ekor dan tengah. Menurut Toelihere (1981), walaupun ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada berbagai jenis hewan namun struktur morfologinya sama, yaitu terdiri dari kepala bagian tengah dan ekor.

Spermatozoa ikan tergolong ke dalam tipe flagelata, karena mempunyai ekor (flagella) yang panjang. Sperma yang sudah matang terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala, sedangkan ekor berguna sebagai organ untuk berenang (Nelsen (1953) dalam Sumantadinata (1983).

Menurut Pangestuningtyas (1993), sperma yang berkualitas baik terlihat seperti susu kental, berwarna putih susu, penuh dan membuyar dengan mudah ketikan diteteskan dalam air tawar atau garam fisiologis. Di bawah mikroskop terlihat sperma dengan kepadatan tinggi dan semuanya berbentuk normal serta pergerakannya sangat aktif (Chung et al., 1965).

Lain lagi dengan Maneewongsa dan Tattanon (1982), menurutnya sperma yang baik tidak kental dan tidak lengket dengan plasma, jika ditumpahkan dari tempat penampungan dapat mengalir dengan mudah dan bila diamati dibawah mikroskop memperlihatkan pergerakan spermatozoa yang cepat.

Sedangkan menurut Partodihardjo (1987), cairan sperma yang baik derajat kekentalanya hampir sama atau sedikit lebih kental dari susu. Menurut Pavlovici dan Vlad (1976), mengatakan bahwa tanda-tanda kualitas sperma yang baik tidak sama untuk setiap jenis ikan, misalnya pada ikan mas : sperma berwarna putih kekuningan, mempunyai kekentalan seperti krim susu dan dengan kisaran pH 6,8 – 7,6.

Ekor spermatozoa merupakan bagian yang berfungsi sebagai alat gerak, karena dilengkapi suatu tempat yang dapat memberi tenaga bagi spermatozoa dan fibri-fibril halus yang merupakan bagian motoris (Ginzburg, 1972; Soparna, 1980) Pergerakan spermatozoa dapat dipakai sebagai indikatort kualitas spermatozoa, walaupun belum dapat menjamin terjadinya pembuahan yang berhasil (Harvey dan Hoar, 1979).

Adapun kecepatan serta lamanya sperma bergerak bergantung kepada berbagai faktor, antara lain jenis serta konsentrasi unsur yang terkandung di dalamnya, suhu, pH dan metabolisme sel serta konsentrasi spermatozoa dalam cairan sperma(Scot dan Baynes, 1980). Taurin (1977), menerangkan bahwa semakin pendek umurnya kerena kecepatan pergerakan spermatozoa erat hubungannya dengan derajat pergerakan.

Pergerakan sperma dipengaruhi pula oleh salinitas air. Umumnya pergerakan sperma ikan yang memijah dalam air laut lebih lama dibandingkan dengan dalam air tawar. Hal ini disebabkan karena air laut lebih banyak mengandung zat-zat yang terdapat dalam sperma (Harvey dan Hoar, 1979).

Yamagimachi dalam Harvey dan Hoar (1979), mengemukakan bahwa sperma ikan Hering (Clupea herenous) masih dapat bergerak 4 – 5 hari, sedangkan sperma ikan air tawar kebanyakan hanya selama 2 – 3 menit. Selanjutnya dikatakan oleh Ginzburg (1972), bahwa sperma ikan mas hanya hidup selama 30 – 60 detik dalam air. Sedangkan Pavlovici dan Vlad (1976) mengatakan bahwa lamanya pergerakan aktif spermatozoa ikan mas dalam air tawar dengan suhu 20 o C kira-kira 106.6 detik.

Harvey dan Hoar (1979) menyatakan bahwa kemampuan membuahi sperma tidak hanya dipengaruhi motilitasnya saja, tetapi sperma yan g sudah mulai berkurang motilitasnya hanya mempunyai waktu singkat untuk membuahi. Sedangkan Hoar et al., (1983) menyatakan bahwa lama motilitas dan daya fertilitas sperma tiap jenis ikan berbeda0beda, tetapi pada umumnya motilitas dan kemampuan sperma untuk membuahi adalah sejalan.

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam penyimpanan, sperma motilitas spermatozoa adalah parameter yang berguna untuk memperkirakan kelangsungan hidup spermatozoa. Menurut Partodihardjo (a987) penentuan kelangsungan hidup spermatozoa berdasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) sperma yang hidup adalah sperma yang bergerak cepat, lambat atau sedikit pergerakannya pada kepala atau ekor. (2) sperma yang mati adalah sperma yang tidak memperlihatkan pergerakan pergerakan sama sekali pada bagian kepala maupun ekor.

Banyaknya sperma yang dapat dikeluarkan dari satu ekor jantan bergantung kepada umur, ukuran, dan frekwensi pengeluaran sperma (Kazakov, 1981). Clement dan Grant (1985) dalam Ginzburg (1972) menyebutkan bahwa volume sperma ikan mas yang dapat dikeluarkan per-ejakulasi adalah sebanyak 2.36 – 3.44 cc dengan rata-rata 2.90 cc. Jumlah spermatozoa per cc minimum 23.8 x 10 pangkat 9, maksimum 25.6 x 10 pangkat 9 dengan rata-rata 24.7 x 10 pangkat 9.

Daftar Pustaka :

Pangestuningtias, J.W. (1993). Study tentang Pengaruh Radiasi Sinar Ultra Violet dan Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Terhadap Persentase Pembuahan dan Persentase Penetasan Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Dipenogoro, Semarang.

09 April 2008

Budidaya Ikan Mas - Penyimpanan sperma (ikan mas)

Telur ikan mas dan telur ikan-ikan lainnya perlu sperma untuk pembuahannya. Harvey dan Hoar (1979) mendefinisikan cairan sperma sebagai larutan spermatozoa yang berada dalam cairan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testes. Tulisan ini dikutip dari karya ilmiah Johana Wahyu Pangestuningtias, berjudul Study tentang Pengaruh Radiasi Sinar Ultra Violet dan Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Terhadap Persentase Pembuahan dan Persentase Penetasan Telur.

Harvey dan Hoar (1979) : Whiler (1980) Harvey dan Kelly (1988) membagi penyimpanan sperma berdasarkan lama penyimpanan yaitu penyimpanan jangka panjang dan penyimpanan jangka pendek. Dimana penyimpanan jangka pendek adalah cara pendinginan sperma yang dilakukan selama beberapa jam sampai beberapa hari, sedangkan penyimpanan jangka panjang adalah cara pembekuan sperma yang dapat dismpan dalam beberapa tahun.

Adapun tujuan penyimpanan sperma menurut Harvey dan Hoar (1979); Davy dan Chounard (1980) yaitu :

- pengendalian keterbatasan penyediaan induk jantan

- memungkinkan terjadinya pembuahan walaupun kematangan gonad induk jantan dan betina tidak secara bersamaan.

- Persediaan genetic dan mudah dalam melakukan pemuliaan induk.

- Memudahkan distribusi sperma ikan dalam jumlah besar ke daerah yang lebih luas.

- Memungkin untuk menghasilkan benih sepanjang tahun.

Prinsip penyimpanan sperma adalah mengurangi pergerakan spermatozoa, tetapi tetap dapat memperlihatkan aktivitasnya untuk membuahi telur dengan cara mempertahankan kapasitas pergerakannya (Taurin, 1977; Hoar et,. 1983). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Toelihere (1985) bahwa pendinginan sperma dari suhu tubuh ke suhu lemari es, menyebabkan sperma kehilangan motilitas secara bertahap sampai pergerakannya terhenti. Lihat ginogenesis pada :ginogenesis-ikan-mas.

Menurut Lgler et al., (1972) ketahanan hidup sperma dipengaruhi oleh temperature dan pada umumnya dapat hidup lebih lama pada temperatur rendah. Taurin (1977) menyatakan bahwa sebagai pertimbangan utama dalam penyimpanan sperma, yaitu terletak pada suhu tempat penyimpanan. Penyimpanan sperma dalam temteratur rendah memegang peranan penting dalam reproduksi sel (Stoss dan Holt, 1983). Hasil penelitian Whitler (1982) membuktikan bahwa penyimpanan sperma ikan mas (Cyprinus carpio L), jambal siam (Pangasius sutchi), Indian carp (Lbeo rohita) dan tawes (puntius gionotus) dalam udara dingin atau dalam lemari es dan tanpa pengencer, sperma masih menunjukan keaktifannya sampai 24 jam.

Menurut Partodihardjo (1987) fungsi bahan pengencer sperma adalah :

- Memperbanyak volume, supaya sperma yang diperoleh tersebut dapa dibagikan untuk memenuhi tujuan.

- Pelindung sperma, pengencer sperma harus mengandung komponen penyangga, sehingga dapat mempertahankan pH dalam waktu lama.

- Bakteriostatik, pengemcer sperma harus mengandung zat bekteriostatik sehingga aktivitas jasad renik dalam sperma dapat dihentikan.

Selanjutnya Partodihardjo (1987) menyatakan bahwa bahan pengencer sperma harus mempunyai syarat-syarat :

- tidak meracuni

- membantu dalam pembuahan dengan baik.

- Murah dan mudah disiapkan

- Menunjukan isotonis dengan larutan sperma, sehingga dapat menjamin kehidupan sperma dalam waktu lama

Moezarski (1977) dalam Harvey dan Hoar (1979) yang menerangkan bahwa kelangsungan hdup sperma ikan mas yang disimpan dalam larutan pengencer dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 : 2 dapat lebih lama dibandingkan 1 : 6. Hal ini juga didukung oleh Sin (1974) dalam Harver dan Hoar (1979) yang menyatakan bahwa penyimpanan sperma Silver carp (Hypothalminchthys sp) dan Big head carp (Aristichthys) dengan perbandingan sperma dengan pengencer menunjukan kemampuan hidup yang lebih besar dari pada perbandingan 1 : 9.

Lihat diferensiasi kelamin pada :

http://solusiikanmas.blogspot.com/2008/04/diferensiasi-kelamin-pada-ikan-mas.html

Daftar Pustaka :

Pangestuningtias, J.W. (1993). Study tentang Pengaruh Radiasi Sinar Ultra Violet dan Waktu Penyimpanan Sperma Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Terhadap Persentase Pembuahan dan Persentase Penetasan Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Dipenogoro, Semarang.

Karya ilmiah ini tersimpan baik di Perpustakaan BBPBAT Sukabumi.

08 April 2008

Budidaya Ikan Mas - Ginogenesis ikan mas

Induk murni ikan mas sulit dicari di Indonesia, atau bisa jadi sudah tidak ada. Padahal keberadaannya sangat penting dalam dunia usaha. Karena dari induk yang murni dapat melahirkan keturunan yang unggul, yaitu tumbuh cepat, rentan terhadap serangan penyakit dan perubahan lingkungan. Bila dipelihara dapat diperoleh hasil yang maksimal dengan tingkat kehidupannya (SR) yang tinggi.

Menurut Ditjen Perikanan (1985) dan Sumantadinata (1988), menurunnya sifat-sifat kemurnian ikan mas disebabkan bebagai faktor, 1 ) kurangnya pengertian para pembudidaya ikan tentang pentingnya ketersediaan induk-induk murni untuk produksi benih unggul. 2 ) jarang pakar perikanan yang berminat dan bekerja untuk melakukan seleksi karena membutuhkan waktu yang lama, fasilitas yang memadai, dan biaya yang tinggi. 3 ) Adanya pemijahan yang berulang kali antar ras tanpa pola tertentu, akibat kurangnya pengontrolan di lingkungan petani pembenih ikan di daerha tersebut.

Dahulu tercatat ada delapan varitas ikan mas yang tersebar di beberapa daerah tanah air. Dari varitas-varitas itu sudah terbukti kelebihannya Baca delapan varitas ikan mas. pada delapan-varitas-ikan-mas-dan-tanda. Namun dari semua varitas itu belum ditemukan kemurniannya berdasarkan sifat-sifat, dan morfologi dengan kelengkapan sejarahnya.

Kemurnian induk ikan mas harus dikembalikan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kemurniannya adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun.

Untuk memperpendek masa pemurnian dapat dilakukan dengan cara ginogenesis. Cara ini bisa merubah dari 6 generasi menjadi 2 generasi, strain murni sudah dapat diperoleh pada generasi kedua. Keberhasilan cara ini tergantung dari ketelitian perlakuan dan kesuburan betina ginigenesi (Nagy, Bersenyi dan Csanyi, 1981 : Sumantadinata).

Nagy et al,. 1978 ; Hollebeck et al,. 1986: Sumantadinata, 1988), menyebutkan ginogenesis adalah terbentuknya zigot 2n (diploid) tanpa peranan genetic gamet jantan. Jadi gamet jantan hanya berfungsi secara fisik saja, sehingga prosesnya hanya merupakan perkembangan pathenogenetis betina (telur). Untuk itu sperma diradiasi. Radiasi pada ginogenesis bertujuan untuk merusak kromososm spermatozoa, supaya pada saat pembuahan tidak berfungsi secara genetic (Sumantadinata, 1988). Nagy et al,. 1981, menyebutkan pemijahan dengan cara ginogenesis akan menghasilkan selurunya berkelamin jantan. Lihat artikel penyimpanan sperma pada : penyimpanan-sperma.html.

Ginogenesis merupakan reproduksi seksual yang jarang terjadi pada pembuahan, karena nukleus sperma yang masuk ke dalam telur dalam keadaan tidak aktif, sehingga perkembangan telurnya hanya dikontrol oleh sifat genetik betina saja. Oleh karena itu, keturunannya merupakan replika dari induk betina baik secara marfologi maupun susunan genetiknya (Purdon, 1983). Lihat pengubahan kelamin diferensiasi-kelamin-pada-ikan-mas.html

Ginogenesis buatan dilakukan melalui beberapa perlakuan pada tahapan pembuahan dan awal perkembangan embrio. Perlakuan ini bertujuan 1) membuat supaya bahan genetik jantan menjadi tidak aktif 2) mengupayakan terjadinya diploisasi agar telur dapat menjadi zigot (Nagy, et al,. 1979). Bahan genetik dalam spermatozoa dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gama, sinar X dan sinar ultraviolet (Purdon, 1983). Sinar ultraviolet banyak digunakan, karena murah.

Prosedur percobaan ginogenesis : Telur berasal dari induk betina ikan mas. Agar bisa ovulasi, induk disuntik dengan ovaprim atau ekstrak kelenjar hipophisa. Sperma diambil dari ikan tawes sebanyak 1 ml, lalu diencerkan 100 kali dengan larutan garam (Sodium Chloride 0,9 %). Setelah diencerkan di radiasi dengan sinar ultraviolet selama 10 menit. Telur dan sperma dicampurkan, sehingga terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan disebat dalam ayakn plastic dan direndam dalam air dengan suhu 25 o C. Setelah 2 menit pembuahan di beri kejutan panas (heat shock) pada suhu 40 o C selama 1,5 – 2 menit. Untuk menghilangkan daya lekat telur diberi larutan tannin, setelah itu diinkubasi pada suhu 28 o C hingga menetas. Skema prosedur ginogenesis menyusul.

Daftar Pustaka :

Direktorat Jenderal Perikanan, 1988. Status dan Permasalahan pembenihan ikan dan udang di Indonesia. Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang 5 – 6 Juli Direktorat Bina Produksi, Jakarta. 18 hal.

Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press, Newyork 456 – 597

Hamid, A.R. 1991. Pemberian Metiltestosteron Di dalam Proses Diferensiasi Kelamin Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Hasil Ginogenesis. Universitas Padjadjaran, Fakultas Perikanan, Jurusan Perikanan, Bandung.

Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364

Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal.

Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.

Sumantadinata, K. 1988. Teknologi ginogenesis, percepatan pemurnian ikan peliharaan, Kompas 23 Nopember 1988.

Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354.

Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal.

07 April 2008

Diferensiasi kelamin pada ikan mas

Jenis kelamin pada ikan mas, dan juga jenis kelamin pada beberapa jenis kan lainnya memiliki tingkat pertumbuhan yang berbeda. Studi tentang adanya perbedaan tingkat pertumbuhan itu sudah lama dilakukan, terutama di Jepang, di Eropa dan negara-negara lainnya. Hasilnya sudah diketahui dengan pasti, dan telah berdampak positip pada kegiatan usaha perikanan.

Ikan nila GIFT contohnya. Pada nila GIFT, pertumbuhan jantan lebih cepat dari betina. Pada umur 6 bulan, jantan nila GIFT bisa mencapai 300 gram. Sedangkan betina hanya mencapai 250 gram (Arie, 1999). Adanya perbedaan ini disebabkan faktor internal, salah satunya adalah aktivitas gonad. Faktor internal lainnya, tentu saja disebabkan karena gen.

Aktivitas gonad pada ikan nila tidak berhenti sejak matang gonad, baik pada jantan maupun betina. Pada umur 5 bulan, ikan nila sudah memijah. Itu terus terjadi sepanjang tahun dengan interval 3 minggu pada betina, dan seminggu pada jantan. Tetapi energi yang diperlukan untuk memproduksi telur lebih banyak daripada energi yang diperlukan untuk memproduksi sperma. Ini berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan.

Ikan nila memijah sepanjang tahun, baik jantan maupun betina. Interval pemijahan keduanya berbeda. Pada betina, interval itu berlangsung sangat cepat, yaitu selama 3 minggu. Sedangkan pada jantan berlangsung selama seminggu. Karena itu, pada ikan nila, jenis kelamin jantan lebih diutamakan dari betina. Sebab, hasil panen yang diperoleh lebih tinggi dari betina. Tentu saja, keuntungannya juga lebih banyak.

Pada ikan mas terjadi sebaliknya. Ikan yang berkelamin betina lebih cepat tumbuh dar betina. Pada umur setahun, ikan betina bisa mencapai berat 1 – 1,2 kg. Sedangkan jantan pada umur yang sama hanya mencapai 800 gram. Betina 5 – 10 persen lebih cepat tumbuh dari jantan (Kessler, 1961 dalam Nagy et al., 1978). Karena itu, pada ikan mas, jenis kelamin betina lebih diutamakan dari jantan.

Pembuatan jenis kelamin pada ikan nila, mas dan ikan lainnya dapat dilakukan dengan pengubahan kelamin, atau dikenal dengan istilah diferensiasi kelamin. Menurut Yatim (1980), diferensiasi kelamin adalah perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan atau dari jantan ke betina yang disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana perubahan ini hanya terjadi pada karakter kelaminnya saja, sedangkan susunan genetiknya tidak berubah.

D’Ancona dan Yamamoto dalam Brusle dan Brusle (1983) membagi proses diferensiasi ke dalam dua bagian, yaitu diferensiasi secara langsung dan diferensiasi secara tidak langsung. Deiferensiasi langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan gonochorisme. Pada proses ini sudah terdapat sel benih jantan atau betina sebelum terjadinya diferensiasi gonad. Sedangkan diferensiasi tidak langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan hermaprodit, seperti belut (Fluta alba). Di awal, ikan-ikan hermaprodit berkelamin betina, kemudian 50 persen berubah menjadi jantan (Brusle dan Brusle, 1983).

Menurut D’Ancona, 1950 dalam Brusle dan Brusle, 1983, menyebutkan bahwa pada awal pembentukan gonad terdapat sepasang somatic, yaitu cortex dan modulla yang sangat berperan penting dalam pembentukan kelamin jantan atau betina, sehingga perubahan jenis kelamin pada ikan merupakan pengaruh rangsangan cortex dan modulla yang akan menghasilkan gynogenin atau androgenin.

Pada umumnya phenotip jenis kelamin ikan sesuai dengan genotipnya, tetapi dapat terjadi penyimpangan. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekternal, (yaitu suhu dan salinitas), dan penggunaan hormone steroid (Brusle dan Brusle 1983). Pada suhu 26 o C banyak dijumpai gonad ikan Rivulus yang berkembang menjadi ovotestis, tetapi pada suhu 10 o C menjadi testis. Pada Anguilla yang hidup di salinitas tinggi, banyak dijumpai jan tan. Sedangkan pada salinitas rendah betina lebih dominan (Colombo dan Rossi dalam Brusle dan Brusle 1983)

Penggunaan steroid sintesis pada ikan untuk mengubah kelamin akan berhasil apabila diberikan pada masa diferensiasi gonad (Nakamura dan Takashi dalam Machintosh, Vargeshe dan Satyanarayanan Rov, 1984). Masa diferensiasi gonad ikan berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Bisa terjadi selama berlangsungnya proses penetasan, bisa juga terjadi saat larva.

Pada ikan mas, masa diferensiasi terjadi sampai ikan berumur 65 setelah menetas (Brusle dan Brusle 1983). Pendapat itu tidak jeuh berbeda dengan pendapat Davies dan Takashiwa dalam Hunter dan Donalson (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu 21,7 – 23,5 o C proses diferensiasi kelamin berlasung selama dua bulan setelah telur menetas.

Sementara itu Yamazaki (1983) menyatakan bahwa penggunaan hormone steroid akan lebih berhasil merubah kelamin apabila digunakan selama mas pertumbuhan gonad, yaitu sebelum atau sesudah ikan mula makan. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa :

- Pemberian hormone akan efektif apabila diberikan pada ikan mulai makan. Frekwensi jantan seringkali relative tinggi jika diberikan setelah 1 – 2 minggu dari mulai makan.

- Periode sensitive untuk diberi pakan terjadi pada waktu ikan berumur 2 – 4 minggu. Namun hal ini sangat tergantung pada species ikan itu sendiri.

Berkaitan dengan pendapat Yamazaki di atas, Nagy et al., mencoba memberikan 100 mg/kg metilteststeron selama 36 hari yang diberikan pada benih yang berumur 8, 26, 44, 62 dan 80 hari setelah fertilisasi untuk mendapatkan jantan hasil genogenesis dengan menggunakan suhu 20 – 25 o C. hasilnya, pada suhu 25 o C, ikan mas yang diberikan hormone metiltestosteron pada umur 8 – 62 hari didapat 71,4 – 88,9 persen jantan. Sedangkan pemberian hormon pada umur 80 hari hanya didapa 20 persen saja.

Pengaruh pemberian hormone pada diferensiasi kelamin akan mengubah fenotif kelamin tanpa mengubah genotipnya. Ikan jantan memiliki kromosom XY dan ikan betina XX. Dengan memberikan hormone androgen pada stadia tertentu dapat berkembang menjadi fenotif jantan. Pada ikan yang gonadnya sedang berdiferensiasi menjadi testis atau ovari dengan adanya pemberian hormone, kemungkinan akan memberikan hasil yang permanent (Martin, 1979), sebab kerja gen kelamin terbatas pada periode yang relative singkat, yaitu selama awal perkembangan gonad dan tidak aktif lagi setelah gonad berdiferensiasi (Yamazaki, 1983).

Daftar Pustaka :

Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press, Newyork 456 – 597

Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364

Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology. City University of Newyork City. 561 hal.

Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.

Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354.

Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal.

02 April 2008

Budidaya Ikan Mas - Membuat kolam air deras

Ikan mas dan Kolam air deras. Kolam air deras (KAD) adalah salah satu tempat untuk pembesaran ikan mas. Ciri khas KAD adalah ukurannya sangat sempit, jauh lebih sempit dari kolam tanah. Kolam tanah yang umum digunakan memiliki luas antara 500 – 1.000 m2. Bahkan ada kolam tanah yang luasnya 2.000 m2. Sedangkan luas KAD hanya di bawah 50 m2, paling luas 33 m2.

Meski sempit, tetapi KAD bisa digunakan untuk memelihara ikan mas dengan kepadatan tinggi. Dengan kepadatannya yang tinggi, sebuah KAD dapat menghasilkan ikan konsumsi sebanyak 2 ton setiap periode pemeliharaan. Jika dihitung dengan detail, maka sudah dipastikan sebuah KAD memiliki produktivitas yang sangat tinggi, yaitu 60 – 70 kg.

Berbeda dengan produktivitas kolam tanah. Pengalaman penulis, dan juga hasil survei di beberapa pembudidaya, bahwa sebuah kolam tanah yang luasnya 500 m2 hanya bisa menghasilkan ikan konsumsi sebanyak 1 ton. Jadi jikan dihitung dengan detail, maka produkstivitas kolam tanah hanya 2 kg/m2, atau 30 kali lipat lebih rendah dari KAD. Karena produktivitasnya yang tinggi, maka pemeliharaan ikan di KAD disebut sistem pemeliharaan ikan secara intensif.

Ciri khas lainnya adalah debit air di KAD sangat besar, jauh lebih besar dari kolam biasa, atau kolam tanah. Debit air di kolam tanah sangat kecil, paling besar 10 liter/detik. Sedangkan pada KAD, debit airnya minimal 20 liter/detik. Bahkan di akhir pemeliharaan, debit airnya bisa mencapai 50 liter/detik.

Aliran air, atau pemberian debit air pada kolam memiliki tujuan utama untuk mensuplay oksigen, agar kandungan oksigen dalam kolam tetap tinggi. Dengan oksigen yang tinggi, maka ikan-ikan dapat bernapas dengan bebas, sehingga ikan-ikan dapat hidup dengan baik, dan napsu makannya tinggi.

Debit air di kolam tanah sangat kecil. Aliran itu tak mampu menyebar, atau bersirkulasi dengan baik. Sudah pasti, aliran itu juga tak mampu menciptakan kandungan oksigen yang sangat tinggi secara kontinyu. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja, terutama pada tengah hari, yaitu setelah terjadi photosintesa.

Sedangkan waktu lainnya, kandungan oksigen di kolam tanah sangat rendah, terutama pagi hari, karena oksigen habis digunakan sepanjang malam. Maka tak heran jika banyak ikan yang kekurangan oksigen. Dalam keadaan ini, jangan untuk makan, untuk mempertahankan hidup saja sulit.

Debit air di KAD sangat tinggi. Aliran ini sangat mudah untuk bersirkulasi ke seluruh bagian kolam. Sudah jelas, aliran ini mampu menciptakan kandungan oksigen sangat tinggi secara kontinyu. Tak mengenal waktu, baik siang, sore, maupun pagi hari. Jarang terlihat ikan-ikan yang kekurangan oksigen.

Debit air yang tinggi pada KAD, selain untuk suplay oksigen, juga untuk membuang habis semua kotoran dalam kolam itu sendiri. Kotoran pada sebuah kolam bisa berupa lumpur, sisa pakan, kotoran ikan, dan kotoran lainnya. Semua kotoran itu dapat menurunkan kualitas air kolam. Pada kualitas air yang rendah, maka proses pernapasan ikan terganggu dan napsu makan ikan menjadi rendah.

Karena debitnya yang besar, maka seluruh bagian KAD harus kuat dan kokoh, agar tidak mudah terkikis aliran air. Bahan baku dalam pembuatan KAD adalah semen, pasir, dan batu. Campuran ke tiga bahan ini disebut beton. Selain batu, ada juga pembudidaya yang menggunakan bahan batako. Namun bahan ini kurang begitu kuat, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama harus diperbaiki.

Bentuk-bentuk KAD

Secara umum, KAD ada dua bentuk, yaitu segitiga, dan persegi panjang. Segitiga merupakan bentuk awal dari KAD, karena bentuk inilah yang pertama kali dikembangkan. Meski bisa berfungsi sebagaimana mestinya, namun bentuk ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sulit dalam penataan bila dibuat KAD dalam jumlah banyak.

Karena kelemahan itulah, maka dikembangkan bentuk baru dengan tetap tidak merubah fungsinya. Bentuk baru itu adalah persegi panjang. Namun tentu saja ada sedikit modifikasi, karena pada bentuk itu, ada bagian tertentu terdapat daerah mati (dead area) dimana kotoran tidak bisa terbuang, yaitu pada sudut-sudut kolam.

Modifikasi itu berupa pembuatan sekat pada keempat sudut kolam. Tujuannya untuk melenyapkan daerah mati, sehingga semua kotoran bisa terbuang. Hasil modifikasi itu melahirkan bentuk baru, yaitu kapsul. Karena bila dilihat bentuknya, mirip kapsul. Bentu ini memiliki kelebihan, yaitu mudah dalam penataan, tetapi tidak menghilangkan fungsinya.

Bagian-bagian KAD

Setiap KAD memiliki 6 bagian pokok, yaitu saluran pemasukan, lubang pemasukan, saringan, pematang, dasar kolam, lubang pembuangan, saringan, dan saluran pembuangan. Untuk lebih jelas, saya akan menerangkan satu demi satu bagian-bagian itu, sehingga bila anda ingin membangun tidak mengalami kesulitan. Karena usaha ini tetap menjanjikan.

Saluran pemasukan

Bagian ini dibuat dekat dengan sungai, atau sumber air, yaitu setelah kolam pengendapan, atau filter. Ukuran panjang, lebar, dan tinggi saluran pemasukan tergantung dari debit air yang akan dialirkan, dan jumlah KAD yang akan dibangun.

Untuk 10 buah KAD yang berukuran panjang 10 m, lebar 3 m, dan tinggi 2 m, cukup dibuat saluran pemasukan dengan panjang 40 m, lebar 1 m, dan tinggi 0,7 m. Tentu saja bagian ini harus dibuat dari beton, agar kuat dan kokoh, tidak mudah terkikis oleh aliran air.

Lubang pemasukan dan saringan

Bagian ini dibuat berhubungan langsung dengan saluran pemasukan. Ukuran lebar dan tinggi lubang pemasukan tergantung dari lebar KAD. Ini sangat berkaitan erat dengan debit air yang akan dimasukan ke KAD. Untuk KAD yang lebarnya 3 m, cukup dibuat saluran pemasukan dengan lebar 40 – 50 cm, dan tinggi 15 – 20 cm.

Pada bagian ini dibuat sekoneng, atau coakan secara vertikal dengan lebar 2 – 3 cm, dan dalam 1 – 2 cm. Coakan itu berfungsi sebagai tempat memasang saringan. Saringan sebaiknya dibuat dari besi, atau behel ukuran minimal 5 mm. Behel itu dilas secara vertikal pada besi segi empat dengan jarak 0,5 – 1 cm. Saringan berfunsi untuk menahan sampah, ranting dan kotoran lainnya.

Pematang

Pematang adalah bagian penting dari KAD. Pematang dibuat sekeliling kolam dengan posisi tegak lurus, tidak miring seperti kolam tanah. Tinggi pematang pada KAD umumnya antara 1,5 – 1,8 m. Pada lubang pemasukan 1,5 m, sedangkan pada lubang pengeluaran 1,8 m. Lebar pematang sebaiknya minimal 30 cm, semakin lebar semakin kuat.

Bagian ini harus kuat dan kokoh. Karena selain harus dapat menahan aliran air, kikisan air, juga harus bisa menahan volume air yang sangat besar. Karena itu, bagian ini dibuat dari beton, atau campuran pasir, badu, kerikil dan pasir. Semennya lebih banyak. Seluruh permukaan pematang harus halus, agar ikan tidak terluka.

Dasar kolam

Dasar kolam adalah bagian bawah KAD. Bagian ini dibuat melandai dari lubang pemasukan ke lubang pengeluaran. Tujuannya agar air dalam KAD mudah dikeluarkan dengan dasar kering. Selain melandai, bagian ini juga harus cekung. Tujuannya agar semua kotoran terkumpul di tengah, sehingga mudah terbawa arus air dengan mudah.

Dasar kolam juga harus kuat, agar tidak bocor akibat tekanan air yang sangat besar, dan juga kikisan air. Karena itu bagian ini dibuat dari beton seperti halnya pematang. Tetapi betonya harus tebal. Agar tidak melukai ikan, terutama ketika panen, maka seluruh permukaan dasar kolam harus halus. Selain itu pada dasar kolam yang halus, kotoran lebih mudah terbawa arus.

Lubang pembuangan dan saringan

Lubang pembuangan adalah lubang untuk membuang air, pada saat penen, dan juga sehari-hari. Bagian ini dibuat pada dinding belakang dari lebar kolam. Letaknya di bagian bawah dengan lebar 30 – 40 cm, dan tinggi 20 – 30 cm.

Untuk menetapkan ketinggian air kolam, maka pada bagian belakang lubang pengeluaran dibuat sekoneng dengan lebar 3 – 4 cm, dan dalam cm. Bagian itu digunakan sebagai tempat untuk memasang papan sebagai penehan ketinggian air KAD.

Saringan dipasang pada bagian itu dengan lebar dan tinggi sama dengan lebar dan tinggi lubang pembuangan. Saringan yang dibuat sama dengan saringan pada lubang pemasukan. Bagian ini berfungsi untuk menjaga agar ikan tidak keluar, tetapi kotoran, seperti lumpur, sisa pakan, dan kotoran ikan bisa keluar.

Saluran pembuangan

Saluran pembuangan adalah bagian untuk membuang seluruh air dari KAD. Bagian ini dibuat di belakang, dan berhubungan langsung dengan lubang pengeluaran. Letaknya harus lebih rendah dari dasar kolam. Tujuannya agar seluruh air kolam dapat kering.

Saluran pembuangan harus lebih lebar dari saluran pemasukan. Demikian juga dengan tingginya. Karena harus bisa menampung air dari beberapa KAD yang telah dibuat. Selain itu juga harus lebih kuat dan kokoh karena tekanan airnya lebih besar dari saluran pemasukan.

Kotruksi KAD masih seting

Daftar pustaka :