Jenis kelamin pada ikan mas, dan juga jenis kelamin pada beberapa jenis
Ikan nila GIFT contohnya. Pada nila GIFT, pertumbuhan jantan lebih cepat dari betina. Pada umur 6 bulan, jantan nila GIFT bisa mencapai 300 gram. Sedangkan betina hanya mencapai 250 gram (Arie, 1999). Adanya perbedaan ini disebabkan faktor internal, salah satunya adalah aktivitas gonad. Faktor internal lainnya, tentu saja disebabkan karena gen.
Aktivitas gonad pada ikan nila tidak berhenti sejak matang gonad, baik pada jantan maupun betina. Pada umur 5 bulan, ikan nila sudah memijah. Itu terus terjadi sepanjang tahun dengan interval 3 minggu pada betina, dan seminggu pada jantan. Tetapi energi yang diperlukan untuk memproduksi telur lebih banyak daripada energi yang diperlukan untuk memproduksi sperma. Ini berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan.
Ikan nila memijah sepanjang tahun, baik jantan maupun betina. Interval pemijahan keduanya berbeda. Pada betina, interval itu berlangsung sangat cepat, yaitu selama 3 minggu. Sedangkan pada jantan berlangsung selama seminggu. Karena itu, pada ikan nila, jenis kelamin jantan lebih diutamakan dari betina. Sebab, hasil panen yang diperoleh lebih tinggi dari betina. Tentu saja, keuntungannya juga lebih banyak.
Pada ikan mas terjadi sebaliknya. Ikan yang berkelamin betina lebih cepat tumbuh dar betina. Pada umur setahun, ikan betina bisa mencapai berat 1 – 1,2 kg. Sedangkan jantan pada umur yang sama hanya mencapai 800 gram. Betina 5 – 10 persen lebih cepat tumbuh dari jantan (Kessler, 1961 dalam Nagy et al., 1978). Karena itu, pada ikan mas, jenis kelamin betina lebih diutamakan dari jantan.
Pembuatan jenis kelamin pada ikan nila, mas dan ikan lainnya dapat dilakukan dengan pengubahan kelamin, atau dikenal dengan istilah diferensiasi kelamin. Menurut Yatim (1980), diferensiasi kelamin adalah perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan atau dari jantan ke betina yang disebabkan oleh faktor lingkungan, dimana perubahan ini hanya terjadi pada karakter kelaminnya saja, sedangkan susunan genetiknya tidak berubah.
D’Ancona dan Yamamoto dalam Brusle dan Brusle (1983) membagi proses diferensiasi ke dalam dua bagian, yaitu diferensiasi secara langsung dan diferensiasi secara tidak langsung. Deiferensiasi langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan gonochorisme. Pada proses ini sudah terdapat sel benih jantan atau betina sebelum terjadinya diferensiasi gonad. Sedangkan diferensiasi tidak langsung umumnya terjadi pada ikan-ikan hermaprodit, seperti belut (Fluta alba). Di awal, ikan-ikan hermaprodit berkelamin betina, kemudian 50 persen berubah menjadi jantan (Brusle dan Brusle, 1983).
Menurut D’Ancona, 1950 dalam Brusle dan Brusle, 1983, menyebutkan bahwa pada awal pembentukan gonad terdapat sepasang somatic, yaitu cortex dan modulla yang sangat berperan penting dalam pembentukan kelamin jantan atau betina, sehingga perubahan jenis kelamin pada ikan merupakan pengaruh rangsangan cortex dan modulla yang akan menghasilkan gynogenin atau androgenin.
Pada umumnya phenotip jenis kelamin ikan sesuai dengan genotipnya, tetapi dapat terjadi penyimpangan. Penyimpangan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor ekternal, (yaitu suhu dan salinitas), dan penggunaan hormone steroid (Brusle dan Brusle 1983). Pada suhu 26 o C banyak dijumpai gonad ikan Rivulus yang berkembang menjadi ovotestis, tetapi pada suhu 10 o C menjadi testis. Pada Anguilla yang hidup di salinitas tinggi, banyak dijumpai jan tan. Sedangkan pada salinitas rendah betina lebih dominan (Colombo dan Rossi dalam Brusle dan Brusle 1983)
Penggunaan steroid sintesis pada ikan untuk mengubah kelamin akan berhasil apabila diberikan pada masa diferensiasi gonad (Nakamura dan Takashi dalam Machintosh, Vargeshe dan Satyanarayanan Rov, 1984). Masa diferensiasi gonad ikan berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Bisa terjadi selama berlangsungnya proses penetasan, bisa juga terjadi saat larva.
Pada ikan mas, masa diferensiasi terjadi sampai ikan berumur 65 setelah menetas (Brusle dan Brusle 1983). Pendapat itu tidak jeuh berbeda dengan pendapat Davies dan Takashiwa dalam Hunter dan Donalson (1983) yang menyatakan bahwa pada suhu 21,7 – 23,5 o C proses diferensiasi kelamin berlasung selama dua bulan setelah telur menetas.
Sementara itu Yamazaki (1983) menyatakan bahwa penggunaan hormone steroid akan lebih berhasil merubah kelamin apabila digunakan selama mas pertumbuhan gonad, yaitu sebelum atau sesudah ikan mula makan. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa :
- Pemberian hormone akan efektif apabila diberikan pada ikan mulai makan. Frekwensi jantan seringkali relative tinggi jika diberikan setelah 1 – 2 minggu dari mulai makan.
- Periode sensitive untuk diberi pakan terjadi pada waktu ikan berumur 2 – 4 minggu. Namun hal ini sangat tergantung pada species ikan itu sendiri.
Berkaitan dengan pendapat Yamazaki di atas, Nagy et al., mencoba memberikan 100 mg/kg metilteststeron selama 36 hari yang diberikan pada benih yang berumur 8, 26, 44, 62 dan 80 hari setelah fertilisasi untuk mendapatkan jantan hasil genogenesis dengan menggunakan suhu 20 – 25 o C. hasilnya, pada suhu 25 o C, ikan mas yang diberikan hormone metiltestosteron pada umur 8 – 62 hari didapat 71,4 – 88,9 persen jantan. Sedangkan pemberian hormon pada umur 80 hari hanya didapa 20 persen saja.
Pengaruh pemberian hormone pada diferensiasi kelamin akan mengubah fenotif kelamin tanpa mengubah genotipnya. Ikan jantan memiliki kromosom XY dan ikan betina XX. Dengan memberikan hormone androgen pada stadia tertentu dapat berkembang menjadi fenotif jantan. Pada ikan yang gonadnya sedang berdiferensiasi menjadi testis atau ovari dengan adanya pemberian hormone, kemungkinan akan memberikan hasil yang permanent (Martin, 1979), sebab kerja gen kelamin terbatas pada periode yang relative singkat, yaitu selama awal perkembangan gonad dan tidak aktif lagi setelah gonad berdiferensiasi (Yamazaki, 1983).
Daftar Pustaka :
Donalson, E. M, U.H.M Fagerlund., DA. Hggs dan J.R Mc Bride 1978. Hormonal enchament of growt. Dalam W.S. Hoar, D.J. Randal dan J.R. Bret (ed.). Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press, Newyork 456 – 597
Hunter. G.A. E.M. Donalson. J. Stoss dan I. Baker, 1983. Production of monosex female groups of chinoox salmon (Onchorhynchus ishawytscha) by the fertilization of normal ova with sperm from sex-reversed female. Jour. Aquac., 33 : 355 – 364
Martin, C.R. 1979. Texbook of endocrine physiology.
Nagy, A., K. Rajki. L. Horvart dan V. Csanyi. 1978. Investigation on carp (Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.
Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 – 354.
Yatim, W. 1986. Genetika. Tarsito Bandung. 397 hal.